Mimpi Tak Boleh Diceritakan, Begini Penjelasan Ilmiahnya

Hutomo Dwi

Mimpi indah kerap membuat si empunya tertarik untuk menceritakannya kembali. Tetapi, menceritakan mimpi yang didapat saat tidur tidak disarankan oleh ilmuwan.

Menurut profesor Insititue of Cognitive Sciene, Carleton University, Kanada, Jim Davies sebaiknya seseorang yang mendapat mimpi tidak menceritakan isi mimpinya kepada orang lain. Dalam artikelnya di laman Scientific America, Davies menjelaskan mengapa manusia dapat bermimpi dan memiliki kecenderungan berbagi cerita di mimpinya.

Davies mengatakan ada dua teori yang menjelaskan mengapa manusia dapat bermimpi. Teori pertama, merupakan intrepretasi otak depan terhadap aktivitas acak syaraf tulang belakang dan otak kecil. Dalam teori itu, mimpi buruk terjadi karena kekacauan dalam menginterpretasinya informasi dari dunia nyata. Perasaan juga memiliki peran dalam membentuk mimpi.

Ilustrasi mimpi (Merdeka)

Teori kedua menyebut mimpi bermula dari simulasi persiapan untuk menghadapi situasi yang mengancam. Ada banyak contoh peristiwa yang mendukung teori ini, misalnya dikejar binatang, jatuh, menghadapi bencana alam, dan sebagainya. Ketakutan-ketakutan ini direpresentasikan secara berlebihan sehingga terbentuklah mimpi buruk.

“Kita melihat banyak elemen ketakutan ini di dalam mimpi dari di dunia nyata. Banyak orang bermimpi dikejar binatang. Tapi seberapa seringkah hal ini terjadi di dunia nyata?” kata Davies.

Tak ketinggalan, Davies menjelaskan mengapa kecederungan manusia bercerita mengenai mimpinya. Menurut dia, bercerita cenderung dilakukan manusia karena ‘dua kepala lebih baik’. Dengan bercerita mengenai mimpinya, kata dia, manusia sebetulnya sedang berusaha mempersiapkan diri menghadapi peristiwa yang ada dalam mimpinya.

Ilustrasi mimpi (Thinkstockphotos)

Alasan lainnya, berkaitan dengan tingkat emosi dalam mimpi. Davies mengatakan mimpi sangat emosional, maka akan terasa penting bagi orang yang mengalami. “Namun bagi yang hanya mendengarnya dan tidak merasakan emosinya, mimpi tersebut menjadi tidak berarti,” jelas Davies.

Sebagai contoh adalah mimpi jatuh dari tangga. Bagi kamu yang melihatnya sendiri dalam mimpi, pengalaman tersebut sangat menakutkan. Namun, orang lain yang tidak merasakannya bisa menganggap ketakutan kamu terhadap mimpi tersebut konyol.

Ilustrasi mimpi (Tribunnews)

Oleh sebab itu, Davies menyarankan untuk tidak bercerita tentang mimpi kepada orang lain. Cukup orang-orang dekat yang sekiranya mengerti kita secara emosional seperti orang tua, saudara kandung, atau pasangan. Walaupun mimpi tersebut terasa penting dan menarik bagi kamu, mimpi itu akan terasa membosankan bagi orang lain yang mendengarnya. (tom)

Bagikan:

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.