Beda Sinetron Indonesia Dulu dan Sekarang, Bagus Mana?

Hutomo Dwi

Sinetron sendiri telah menjadi tontonan favorit di Indonesia sejak pertengahan tahun 90-an. Jumlah produksi sinetron kian hari kian bertambah seiring menjamurnya stasiun televisi swasta.

Seiring waktu, perkembangan ide dan narasi membuat sinetron dikemas lebih beragam. Kini, cerita di layar kaca tak melulu berhias adegan drama keluarga dan percintaan. Sutradara mulai menyasar tema-tema urban seperti kehidupan beragama dan tren sosial yang sedang berkembang di tengah masyarakat.

Lalu apa bedanya sinetron dulu dengan sinetron sekarang? Berikut ini beberapa perbedaannya, seperti dilansir dari Kumparancom, Rabu (22/3/2017).

Perbedaan utama yang paling mencolok antara sinetron dulu dan sekarang adalah jumlah episodenya. Bagi generasi 90-an, menghafal jadwal mingguan sinetron adalah hal menyenangkan. Saat itu, tak ada yang namanya sinetron kejar tayang atau stripping. Satu judul sinetron ditayangkan satu kali setiap minggu.

Lokasi syuting Tukang Bubur Naik Haji (Flickr)

Namun industri televisi kemudian melakukan revolusi. Awal tahun 2000, beberapa sinetron Ramadan yang tayang selama 30 hari berturut-turut mendapat respons baik dari penonton. Sejak saat itu, pegiat layar kaca berlomba-lomba menghasilkan cerita cepat saji yang bisa ditayangkan setiap hari. Hal itu terbukti mampu mendongkrak rating televisi, dan sinetron stripping menjamur hingga kini. Masa bodoh dengan mutu dan kualitas yang hendak disampaikan kepada pemirsa.

Perbedaan berikutnya adalah dari adanya pesan moral atau tidak. Kisah Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil dalam sinetron “Keluarga Cemara” adalah bukti bagaimana sebuah rumah produksi bisa memberikan pesan moral yang baik bagi pemirsa. Alur dibuat mendekati realita asli, tanpa dijejali intrik dan konflik yang terlalu dibuat-buat.

Keluarga Cemara (Gulalives)

Bandingkan dengan kebanyakan sinetron Indonesia saat ini. Cerita tidak jauh-jauh dari konflik percintaan sepasang remaja yang tak mendapat restu orang tua. Tidak jelas alur dan pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton. Cerita yang dibangun dijejali dengan bumbu-bumbu kehidupan yang jauh dari kenyataan. Yang paling parah adalah tidak jelas kapan cerita akan berakhir.

Perbedaan terakhir adalah dari kualitas aktornya. Kehadiran sinetron stripping membuat segalanya dikerjakan instan. Tak terkecuali dalam merekrut aktor dan aktris. Ini pun jadi berpengaruh terhadap minimnya waktu yang dibutuhkan pemeran untuk memahami dan mempelajari naskah yang diberikan sutradara.

Para pemain Tukang Bubur Naik Haji (Flickr)

Selain itu, kriteria utama direkrutnya seseorang menjadi pemeran utama tak lagi bertitik berat pada pengetahuan, sikap, dan kemampuan akting yang dimiliki. Melainkan terbatas hanya pada kemampuan akting plus penampilan fisik belaka.

Jadi, menurut kamu lebih baik sinetron dulu atau sekarang? (tom)

Hutomo Dwi

Cowok penyuka Jepang, dari bahasa, musik, sampai film dan animenya.