Jika Palembang identik dengan Jembatan Ampera, atau Banjarmasin terkenal dengan Jembatan Barito, maka kota Padang pun punya jembatan yang jadi landmark-nya, yakni Jembatan Siti Nurbaya. Dari namanya saja, sudah terbayang keunikan jembatan yang menjadi salah satu ikon wisata kota Padang itu; tak kalah jika dibandingkan dengan Jembatan Ampera dan Jembatan Barito. Jembatan yang membentang di atas Batang Arau itu dinamakan sama dengan cerita rakyat Minangkabau yang melegenda; Siti Nurbaya.
Siapa yang tak kenal dengan kisah cinta Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri yang berakhir tragis itu? Juga, Datuk Maringgih yang memaksa Siti Nurbaya menikah dengannya, sebagai bayaran atas hutang-hutang ayah si gadis Minang tersebut. Mereka adalah tokoh dalam roman â??Siti Nurbayaâ?? karangan Marah Rusli, terbitan Balai Pustaka tahun 1922. Di era tahun 1990-an, kisah Romeo dan Juliet dari Ranah Minang itu bahkan jadi tontonan favorit yang tayang di TVRI.
Meski hanya tokoh fiksi, namun masyarakat mempercayai tokoh-tokoh tersebut pernah hidup di Padang zaman kolonialis dulu. Bahkan, dua kuburan dengan nama Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri yang berada di puncak Gunung Padang, dipercayai masyarakat sebagai kuburan kedua insan manusia yang cintanya tak bisa bersatu tersebut. Selain itu, juga ada makam orang tua mereka di puncak gunung yang berada di ketinggian sekitar 400 meter dari permukaan laut tersebut.
Dalam roman â??Siti Nurbayaâ??, memang diceritakan bahwa keduanya dimakamkan di puncak Gunung Padang. Sewaktu masih hidup dan menjalin kisah asmara, mereka juga sering menghabiskan hari di sana. Dari puncak, pemandangannya memang begitu indah. Panorama Batang Arau, Dermaga Muaro Padang, Jembatan Siti Nurbaya, dan aktivitas Kota Padang terlihat mempesona. Sedangkan di depannya, Pantai Air Manis dan beberapa pulau di pinggiran Pantai Padang menghijau di tengah birunya lautan Samudera Hindia.
Dari pemukiman masyarakat di sekitar kaki Gunung Padang, jalan menuju puncak memakan waktu sekitar 1 jam melewati jalan setapak bertangga-tangga. Namun, kondisi jalan tersebut tidak lagi sebaik 15 tahun silam. Di puncaknya terdapat juga meriam tua yang mengarah ke Muaro Padang. Selain itu, juga ada benteng peninggalan Perang Dunia II, serta beberapa lubang bekas tempat persembunyian dan pengintaian (bunker) peninggalan tentara Jepang.
Puncak Gunung Padang pun terkadang ramai dikunjungi orang-orang yang datang â??berziarahâ?? ke â??makamâ?? Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri. Konon kabarnya, banyak orang yang percaya bisa mendapatkan cinta sejati seperti kedua pasangan itu jika datang berziarah ke makam tersebut. Soal percaya atau tidak, terserah masing-masing. Karena seperti yang diketahui, kisah Siti Nurbaya dan Syamsul Bahri hanya legenda yang â??hidupâ?? dalam novel karya sastrawan â??zaman Balai Pustakaâ??.
Jembatan Siti Nurbaya sendiri merupakan satu-satunya akses menuju Taman Siti Nurbaya, dimana lokasi makam kedua tokoh yang dipercayai masyarakat itu berada. Sebelum jembatan sepanjang 60 meter tersebut dibangun pada tahun 2005, masyarakat harus menggunakan perahu kecil untuk menyeberangi Batang Arau; dari dermaga kecil di tepian Kampung Cina ke Kampung Seberang Padang yang terletak di kaki Gunung Padang.
Secara administratif, Jembatan Siti Nurbaya terletak di Kecamatan Padang Selatan, berada sekitar 25 km ke arah barat Bandara Minangkabau Internasional (BIM), atau sekitar satu kilometer dari Pasar Raya Padang. Dari bandara, ada Bus Damri yang bisa mengantar hingga Pasar Raya Padang dengan ongkos Rp 22.000, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Dari Pasar Raya, dilanjutkan dengan naik angkutan kota menuju Muaro dengan membayar Rp 4.000. Turun di sekitar Muaro, gerbang Jembatan Siti Nurbaya sudah tampak di depan mata, tepat berada di ujung Jalan Nipah. (jow)